Profil Desa Ngasinan
Ketahui informasi secara rinci Desa Ngasinan mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Ngasinan, Kaliwiro, Wonosobo. Mengupas model ekonomi terintegrasi antara pertanian (sengon, singkong), peternakan Kambing Etawa, dan potensi pengembangan produk turunan seperti susu kambing dan pupuk organik untuk kemandirian desa.
-
Ekonomi Berbasis Pertanian-Peternakan
Perekonomian Desa Ngasinan ditopang oleh sinergi kuat antara sektor pertanian lahan kering, dengan komoditas utama singkong dan kayu sengon, serta sektor peternakan yang didominasi oleh budidaya Kambing Peranakan Etawa (PE).
-
Pusat Pengembangan Kambing Etawa
Desa ini dikenal sebagai salah satu sentra pengembangan Kambing Etawa di Kecamatan Kaliwiro, di mana ternak ini tidak hanya menjadi sumber daging tetapi juga memiliki potensi besar untuk produksi susu dan pupuk organik.
-
Model Pertanian Terpadu
Masyarakat Desa Ngasinan secara tradisional menerapkan model pertanian terpadu (integrated farming), di mana limbah pertanian dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kotoran ternak diolah kembali menjadi pupuk untuk menyuburkan lahan.
Terletak di kawasan perbukitan Kecamatan Kaliwiro, Kabupaten Wonosobo, Desa Ngasinan menampilkan profil sebuah komunitas agraris yang membangun kemandiriannya di atas fondasi sinergi antara pertanian dan peternakan. Jauh dari citra namanya yang berarti "asin", desa ini justru subur oleh hasil bumi seperti singkong dan kayu sengon, serta dikenal sebagai salah satu kantong pengembangan ternak Kambing Peranakan Etawa (PE). Melalui model pertanian terpadu yang telah berjalan secara alamiah, masyarakat Desa Ngasinan membuktikan bahwa keterkaitan erat antara lahan dan ternak merupakan kunci utama dalam menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi di tingkat desa.
Kondisi Geografis dan Tatanan Demografi
Secara geografis, Desa Ngasinan berada pada wilayah dengan topografi bergelombang hingga berbukit, karakteristik umum wilayah selatan Kabupaten Wonosobo. Pemanfaatan lahan didominasi oleh tegalan atau pertanian lahan kering, yang sangat cocok untuk komoditas yang tidak memerlukan pengairan intensif. Luas wilayah Desa Ngasinan tercatat sekitar 4,01 kilometer persegi atau 401 hektare.Secara administratif, Desa Ngasinan dikelilingi oleh beberapa desa tetangga. Di sebelah utara, wilayahnya berbatasan dengan Desa Purwosari. Di sebelah timur, berbatasan dengan Desa Pucungkerep. Sementara di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Desa Pesodongan dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Grugu. Lokasi ini menempatkannya di jalur internal Kecamatan Kaliwiro yang relatif dinamis.Berdasarkan data kependudukan terakhir, jumlah penduduk Desa Ngasinan ialah sekitar 2.768 jiwa. Dengan luas wilayah tersebut, maka tingkat kepadatan penduduknya berada di angka 690 jiwa per kilometer persegi. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani sekaligus peternak, sebuah profesi ganda yang menjadi ciri khas dan strategi ekonomi utama masyarakat setempat.
Tata Kelola Pemerintahan dan Pemberdayaan Kelompok
Pemerintahan Desa Ngasinan, yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa beserta jajarannya, menjalankan roda administrasi dan pembangunan dengan fokus utama pada penguatan sektor ekonomi andalan desa. Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes), usulan-usulan yang berkaitan dengan peningkatan infrastruktur jalan usaha tani, bantuan bibit ternak, dan pelatihan pengolahan hasil pertanian-peternakan seringkali menjadi prioritas.Kekuatan utama dalam implementasi program pemberdayaan di Desa Ngasinan terletak pada keaktifan kelompok-kelompok masyarakat. Kelompok Tani (Poktan) dan Kelompok Ternak menjadi ujung tombak dalam penyaluran informasi, teknologi, dan bantuan dari pemerintah. Melalui kelompok-kelompok inilah, para petani dan peternak saling berbagi pengalaman, mengatasi masalah bersama, dan berupaya meningkatkan skala usaha mereka dari subsisten menjadi lebih berorientasi pasar. Peran pemerintah desa di sini lebih sebagai fasilitator yang menghubungkan potensi lokal dengan sumber daya dari luar.
Ekonomi Terpadu: Singkong, Sengon, dan Kambing Etawa
Perekonomian Desa Ngasinan adalah contoh nyata dari sistem pertanian terpadu atau integrated farming. Tiga komoditas utama yang menjadi penopang ekonomi desa—singkong, sengon, dan Kambing Etawa—saling terkait dalam sebuah siklus yang efisien dan berkelanjutan.Singkong atau ubi kayu menjadi tanaman pangan dan komoditas utama di lahan-lahan tegalan. Selain dijual dalam bentuk umbi segar ke pasar atau pabrik tapioka, daun singkong juga dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pakan utama bagi ternak kambing. Pola ini mengurangi ketergantungan peternak pada pakan buatan pabrik dan menekan biaya produksi.Investasi jangka panjang masyarakat terwujud dalam budidaya kayu sengon (albasia). Pohon ini ditanam di pematang lahan, batas kebun, atau di lahan-lahan yang kurang produktif. Sengon berfungsi sebagai "tabungan" yang dapat dipanen dalam 5-7 tahun untuk memenuhi kebutuhan finansial yang besar. Daun sengon juga kerap dimanfaatkan sebagai pakan tambahan bagi ternak.Puncak dari sistem terpadu ini berada pada peternakan Kambing Peranakan Etawa (PE). Desa Ngasinan dikenal sebagai salah satu sentra ternak kambing jenis ini. Kambing Etawa dipilih karena memiliki beberapa keunggulan: postur tubuhnya lebih besar sehingga menghasilkan lebih banyak daging, dan merupakan jenis kambing dwiguna yang juga potensial untuk produksi susu. Kotoran kambing (srintil) yang dihasilkan sangat berharga dan diolah menjadi pupuk kandang organik untuk menyuburkan kembali lahan pertanian singkong dan tanaman lainnya. Siklus inilah yang menjaga kesuburan tanah dan keberlanjutan ekonomi desa.
Kehidupan Sosial yang Komunal dan Produktif
Ritme kehidupan sosial di Desa Ngasinan sangat lekat dengan aktivitas di kebun dan kandang. Interaksi sosial seringkali terjadi saat warga bekerja di ladang atau saat mencari pakan ternak. Budaya gotong royong, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti perbaikan jalan atau membersihkan lingkungan, masih sangat kuat.Kelompok ternak tidak hanya menjadi wadah ekonomi, tetapi juga arena sosial. Di sinilah para peternak bertukar informasi seputar kesehatan ternak, harga jual, hingga merencanakan kegiatan bersama. Kehidupan yang produktif dan komunal ini membentuk karakter masyarakat yang ulet, mandiri, dan saling bergantung satu sama lain dalam semangat kekeluargaan.
Tantangan dan Prospek Pengembangan Produk Turunan
Tantangan utama yang dihadapi Desa Ngasinan saat ini adalah optimalisasi nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Sebagian besar hasil pertanian (singkong) dan peternakan (kambing) masih dijual dalam bentuk bahan mentah atau ternak hidup. Hal ini membuat harga sangat rentan terhadap permainan tengkulak dan fluktuasi pasar. Selain itu, skala peternakan yang masih bersifat individual (rata-rata 2-5 ekor per keluarga) menjadi kendala untuk memenuhi permintaan pasar yang lebih besar.Namun prospek ke depan sangat menjanjikan dan terletak pada hilirisasi produk. Potensi terbesar ada pada pengembangan produk turunan dari Kambing Etawa. Susu kambing Etawa memiliki nilai gizi tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat, terutama di segmen produk kesehatan. Dengan pelatihan pengolahan dan pengemasan yang higienis, Desa Ngasinan dapat mengembangkan unit usaha pengolahan susu kambing pasteurisasi, yogurt, atau bahkan keju.Di sisi lain, pengolahan pupuk organik dari kotoran kambing secara massal dan modern juga merupakan peluang besar. Pupuk organik kemasan memiliki pasar yang luas, mulai dari petani sayur di dataran tinggi hingga para penghobi tanaman hias di perkotaan. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat mengambil peran sentral dalam mengorganisir potensi ini, dengan mendirikan unit usaha pengolahan susu dan pupuk. Dengan demikian, Desa Ngasinan dapat bertransformasi dari sekadar desa produsen bahan baku menjadi pusat agroindustri berbasis peternakan yang berdaya saing dan mensejahterakan warganya.
